AKU MENULIS TENTANG KITA (ralat; tentang rindu)


Tempat-tempat di antara kau dan aku seperti jaring laba-laba yang menghubungkan perasaan-rindu-dan hal-hal yang tak sempat dan tak ingin kita jelaskan. Bulan demi bulan melarikan diri diam-diam, mengendap-endap, seperti pengecut.

Kau masih memiliki senyuman paling indah, wajah yang penuh aura bulan paling indah, tempat aku ingin bersembunyi, sekaligus tempat engkau menyembunyikan kabut awal musim hujan. 

Malam itu dingin, lebih kekal dari rasa sepi. Aku masih sempat bertanya-tanya, adakah kau benar-benar di hadapanku, ataukah hanya hantu-hantu dari kematian nurani orang-orang di tempatku. Di luar bising kendaraan, aku masih sempat mendengar kau bilang “aku rindu padamu”.

“Sempatkah kau berkhayal menjadi awan-awan yang berarak ketika hari di antara subuh dan pagi?” tanyaku.

“belum”.

“Kenapa kau tak mencobanya? “

Kau bilang, kau ingin diet, kau tak percaya diri dengan bentuk tubuhmu, padahal aku selalu menerimamu apa adanya. Aku bilang kamu cantik, tapi mungkin kau tak percaya.

Dalam hati, aku bilang pada diriku sendiri bahwa aku akan menyimpan adegan itu seumur hidupku, dan ingin menuliskan sebuah puisi untuk kejadian malam itu suatu saat nanti. Tidak ada yang benar-benar bisa menampung rahasia, bahkan langit yang menjadi gantungan mitos nenek moyang manusia itu. Dan sudah seperti seharusnya dunia akan menjadi kekacauan-kekacauan yang indah, layaknya puisi.

Permainan takdir ini tak akan menyisakan siapa yang menang atau siapa yang kalah. Seseorang dari kita harus berbicara, dan yang lain harus mendengarkan dan berkata “baiklah”.

Kadang aku merasa takut sendirian disini. Berjalan dengan kaki yang belum tegak, melewati gang-gang waktu yang sempit, malam-malam yang lebih gelap dari kenangan, menghadapi diri sendiri yang lebih menyeramkan dari rasa takut. Atau menaklukan masa depan yang hanya berwujud sebagai kamuflase. Berat rasanya.

Ketika malam, aku berpikir untuk memindahkan usiaku di dekat usiamu saja. Hingga angka yang tak terhingga. Menepi di tepi kotamu saja. Aku tak ingin membunuh diriku, keluargaku, dan anak-anakku kelak dengan [erasaan yang tertinggal. Penuh pesona, tapi menyimpan belati di punggungnya.


Namun kuakui; kau selalu menjadi pancaran cahaya. Dari jauh, menuntunku untuk terus berjalan walau gelap. Mengirimiku energi, agar tak lelah merawat mimpi ajaib itu.

Kekasihku, seseorang pernah berkata padaku; bahwa kita harus seperti air, terus mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah, namun bukan berarti kita lemah. Karena sebuah aliran airpun bisa memporak-porandakan seluruh kota.

Kini kita adalah air dengan ujung yang melawan arah.


Suatu saat sambil menatap langit kau pernah bertanya padaku: “apa kau tak sedang merindukanku” kau nampak khawatir, kalau-kalau di tempat sejauh ini, cintaku terjatuh di got, lalu karena aku tak tahu. Seekor kucing yang mengendusnya buru-buru memakannya. Tak bersisa. Ketahuilah kekasihku, aku adalah orang yang tak mau sombong tentang kekayaan, tapi jika kau ingin tahu, seluruh aksaraku telah tersimpan berjuta-juta rindu.

Akhir ini aku merasa, bahwa kita semakin mempersempit jarak. Aku tak memaksamu mendekat, kau tak menuntutku untuk lebih dekat. Aku juga tak ingin mendekat. Mungkin waktu dan keadaan berubah membuatnya seperti tali yang berpusat pertemuan, menarik kita untuk menuju tengahnya. Hatiku rasanya seperti dimasukkan sebuah blender yang mesinnya dinyalakan. Diaduk, dicampur, tak karuan. Perasaan antara senang, kaget, dan sedih juga. Semua diaduk. Membuat pikiranku mendadak migrain.

Jika tanganku tak mau dihentikan, mungkin hp ini akan error karena tak habis-habis menulis sesuatu tentangmu. Tetaplah melaju dalam rel itu, dan tentu saja sesekali kau boleh melompat untuk mendapatkan energi yang baru. Terima kasih telah hidup di dalam duniaku, dunia dimana pernah ada kita. Terima kasih karena telah mengenalku. Terima kasih telah menjadi sesuatu yang masih pantas aku doakan sebelum seseorang membunuh doaku sekaligus membunuh kesendirianmu selamanya dan berbahagia seutuhnya.




Ruang Tamu, 12 September 2018, 21:40 wita
abang Dhio'

Komentar

Postingan Populer